Minggu, 21 Juni 2015

Menanti Kejelasan Naskah Novel II

I'm not trying to make anyone understands, I'm trying to make myself do

Tak banyak orang berkeliaran di lantai lima sore itu, ini pasti sudah jam pulang kantor. Di kiri kanan koridor terdapat beberapa ruangan dengan tulisan coklat emas di dinding kayu dekat pintu. Warnanya coklat pekat.
Ruangan SDM, Ruangan Umum, dan macam-macam lagi.
Ada tulisan yang menyita perhatianku dalam salah satu ruangan itu, ruangan-ruangan yang terlihat umpama kelas, hanya saja kaca bagian bawahnya dibuat nge-blur, jadi aku hanya bisa melihat melalui bagian atas kaca. Dan di dinding dalam ruangan itu kulihat tulisan dengan bunyi begini, "Good is the Enemy of Great" di bawahnya ada tulisan kecil, sebuah nama kurasa, tapi tak bisa kulihat dengan jarak sejauh ini.
Keadaannya lebih terlihat seperti sekolah saat jam belajar, hening betul. Ada beberapa kertas yang dibentuk kotak-kotak yang ditempel seumpama lampu di atas lorong, warnanya biru dengan tulisan putih yang bunyinya tak kuingat. Ruangannya tertata rapi, sangat bersih, seperti sekolah. Bedanya, lorong ini punya karpet tebal.
Aku ke toilet lagi, kosong, kali ini tak ada yang bisa kutanyai.
Beranjak ke koridor tadi, seorang pria berkemeja berjalan di sana, kutahan langkahnya sebentar, lalu kutanya, "Mas, mushola di sebelah mana ya?"
"Yang ini," katanya tesenyum sambil menunjuk salah satu pintu berjarak beberapa ruangan di depan kami.
"Oh, iya," ada rak sandal di sana, seharusnya aku berjalan ke sana tadi.
Selesai solat, aku mengobrol dengan seorang wanita yang lagi-lagi tak tau di mana tempat penyimpanan naskah fiksi. Ini konyol, nyaris semua orang tak tau di mana tempatnya meski jelas-jelas kulihat di internet alamat redaksi itu ada di lantai lima!
Maka kuputuskan untuk turun lagi ke lantai tadi.
Lorong ini lagi-lagi sepi, setelah meneliti ruangan-ruangan itu dari luar dan berbalik untuk menuju pintu lantai lima, seorang pria berjalan keluar dari sebuah ruangan lain lalu menatapku, kami berjalan beriringan, mulanya, tapi jalannya agak lambat, jadi kusalip dan kudului saja, "Jangan-jangan ni orang curiga," batinku paranoid.
Eh, tapi sepatuku masih pantopel, aku baru pulang kantor juga, jadi seharusnya tampilanku gak membuatnya curiga.
Aku meraih pintu yang dibukakan oleh si gadis oriental tadi, dingdong! Gagal, kucoba lagi gagal, ini harus pake id card. Alamak!
Tak kehabisan harapan, kugoyang—goyangkan pegangan pintunya hingga berbunyi krak-krek krak-krek, tapi tetap gagal, adooooh, bijimana ini, daku terperangkap dalam ruangan asing dan gak bisa keluar!
Lalu si cowok tadi tiba-tiba udah di samping kiriku, pake acara tersenyum dulu, terus ngulurin tangannya dan nempelin kartu id card nya ke kotak di samping pintu.
Pintu terbuka, aku langsung keluar menuju lift, gak asik kalo dia nanya macem-macem soal id card.
Masuk lift, aku bingung tadi naeknya dari lantai satu atau lantai G atau lantai UG. Ampuuun, udah susah ngapal tempat, nekad lagi.
Pertimbangannya, gedung ini mengikuti struktur bangunan negara mana. Seingatku, ada negara barat yang menggunakan istilah "lantai 1" untuk menyebut lantai dua, dan menyebut lantai satunya sebagai lantai ground "G"
Sementara yang umum digunakan di banyak negara, lantai satu itu digunakan sebagai istilah untuk menyebut lantai yang sepadan dengan permukaan tanah.
Akhirnya kuputuskan turun di lantai satu.
Sepasang pria dan wanita masuk ke dalam lift, biar gak keliatan bingung dan potensial dicurigai, aku langsung keluar, dan hap!
Ruangannya salah.
Kutekan lagi tombol lift, tak lama pintu terbuka. Ada tiga orang di sana: dua wanita lain dengan baju batik, dan, pria berkemeja putih yang tadi membukakan pintu di lantai lima, pria itu tersenyum melihatku, aku melewatinya, lalu bersandar pada sisi yang sama dengannya.
Tak lama pintu terbuka. Yiaaaaahhh! Ini ruangannya! Yihaaaaa! Tandanya ada cermin di depan lift itu, dinding cermin, tepatnya.
Oia, sepertinya gedung ini diseting untuk menempatkan orang-orang perfeksionis di dalamnya, ada begitu banyak kaca di mana-mana, bahkan lift nya berdinding cermin.
Norak ya? Biarin, hahaha
Terus ceritanya sampai di bawah, meja resepsionis udah kosong, kutanya Pak Security, tempat naskah fiksi ada di mana? lama kami ngobrol ngalor-ngidul, sampai terpaksa kuceritakan juga kisi-kisi mengenai novelku, naskah malang yang sudah kukirim tiga bulan lalu, naskah yang seharusnya kuperjuangkaaaaaannn. Hiyat! Pake iket kepala dan pegang samurai wkwkwkwk.
"Penerbit ya?" tanyanya, aku mengangguk sambil bilang iya dengan antusias.
"Ooo, itu di sebelah sana, Mbak, dari sini lurus terus, nanti belok ke kanan mentok ada gedung, nah itu," katanya.
"Oh,"
Jadi gue SALAH GEDUNG.
Sebel banget, tapi Oke, baik.

Well, pas keluar gedung itu, si cowok yang bukain pintu tadi ternyata lagi duduk di bangku tepat di bawah pohon rindang. Perasaan pergerakannya cepet amat, lewat ekor mata kulihat dia menatapku. Sepertinya badan gue udah dilabeli perban "Suspected" kali ya, masuk ke kantor pusat data nasional tanpa id card hahaha. Dan perasaan ko' dia ada di mana-mana aja si, jadi inget judul film, "Dia Ada di Mana-Mana". FYI itu film horror, jadi memang gak match di sini, tapi sepertinya memang kuuudu hati-hati.
Bodo amat, jalan terus.
Sore ini jalanan penuh, mobil dan motor berebut jalan keluar gedung-gedung pencakar langit Jakarta, sudah lewat jam pulang kantor. Pejalan kaki bertebaran di mana-mana, tangan-tangan itu menenteng takjil, makanan buka puasa.
Aku meliuk sambil terus jalan, berusaha menghindari mobil atau motor atau bahkan orang-orang yang mengerumuni penjual makanan.
Pandanganku keleyengan, perjalanan hari ini lumayan, aku pun puasa. Tapi aku gak pusing, nggak sama sekali, tanpa makan dan minum sejak subuh, ditambah perjalanan panjang dalam keadaan panas terik, aku seharusnya pusing.
Tapi ini nggak.
Ini pasti energi yang disalurkan dari semangat itu. Semangat!!!!
Kukedip-kedipkan mata lagi sambil terus berjalan dengan cepat, kursi-kursi di pinggir trotoar keliatan berputar-putar.
Mataku betul-betul keleyengan…


Bersambung.

Menanti Kejelasan Naskah Novel

I'm not trying to make anyone understands, I'm trying to make myself do

Sore itu matahari panas membakar bumi, langit cerah kebiruan, suasana hiruk pikuk di luar sana, keadaan yang selalu terlihat di halaman kantor.
Jam setengah dua, aku sudah menyelesaikan tugasku sejak sejam lalu, Rp. 104.201.000 sudah balance ke dalam sistem. Laporan sudah kubuat, hari itu aku memang sepertinya punya energy ekstra super, kerjaku luar biasa cepat dan teliti sekaliiiii hahaha
Supernya ini karena sesungguhnya aku sedang cemas, naskah novel yang kukirim sejak tiga bulan lalu belum juga mendapat jawaban dari penerbit, jangankan kabar, surat konfirmasi dari penerbit pun belum kuterima.
Padahal jelas-jelas sudah kulacak di track pengiriman barang di website jasa pengiriman itu, naskah novelku sudah diterima dua hari setelah kukirimkan, tepatnya, mereka menerima naskah novelku pada tanggal 9 maret 2015, jam setengah tiga kurang semenit.
Jadilah, beres dari kantor aku langsung cusss ke kantor penerbit itu.
"Pak, kantor *** di mana ya?" tanyaku pada seorang pedagang di luar Stasiun Palmerah
"Sebelah sana, itu, gedung yang tinggi."
"Yang itu? Tunjukku pada sebuah bangunan yang menjulang, bangunan pertama di antara deretan gedung yang menjulang tinggi.
"Bukan, di belakangnya,"
Aku mengangguk, lalu mempercepat langkahku menuju gedung itu. Jam setengah lima, rasa-rasanyanya orang kantor sudah pulang, tapi tidak ada yang bisa menghentikan tekadku. Sekali semangat, aku tak mau mundur.
Hari ini berjalan cepat, Jumat, hari kedua di bulan puasa. Aku menyelesaikan inputan ke sistem  sejam sebelum kepulangan, Rp. 104.201.000 balance, tidak ada yang salah. Tapi hatiku belum  juga tenang, pikiranku melayang pada naskah novelku tersayang—naskah novelku malang yang kukirim 3 bulan lalu, lebih malah, ke sebuah penerbit mayor di Jakarta.
Jadilah, sisa sejam itu kujadikan waktu untuk mondar-mandir ke sana kemari: hp ku low, tak bawa casan, kupaksa seorang teman mengambilkan chargernya untuk kupinjam, hahahha ini jahat. Lalu pagi tadi aku tidak membawa helm, biasanya bawa, hanya sekali itu aku tidak bawa karena malas bawa helm.
Maka kudatangi security yang berjaga, "Pak ada helm yang bisa dipinjam gak?"
Pak Novik, nama security itu mencari-cari dengan matanya, "Inventaris gak apa-apa deh pak, besok dibalikin," lanjutku.
"Lagi gak ada Mbak," katanya masih mencari-cari dengan raut muka serius.
"Yah, Rania mau ke stasiun Pak, penting banget," ujarku, kali ini meringis.
Pria hampir paruh baya itu menatapku, lalu mengambil satu helm di kolong mejanya, "Punya Pak Ali, pake aja," katanya, masih dengan raut wajah serius itu.
"Bener gak apa-apa, Pak?" tanyaku memastikan, pria itu mengangguk, kali ini tersenyum.
Masalah dua, aku gak bawa duit, maka kusahuti Devi, "Dev, ATM di sebelah itu cepean apa lima puluhan?"
"Lima puluhan, kenapa gitu? Kemarin si, Devi 50-an," jawabnya enteng, gadis dengan tinggi 168 cm itu memang selalu terlihat santai.
"Oh, oke."
Cus deh, langsung ke ATM, ambil uang secukupnya biar gak kesusahan di jalan. Lalu pas jam setengah tiga lebih dua menit absen pulang. Akhirnya jam setengah empat kurang aku dapat kereta jurusan Duri. Untuk ke Palmerah, aku harus turun di Stasiun Tanah Abang dan dari sana transit menuju Palmerah.
************
Sampailah aku di gedung yang tadi kucari: salah satu gedung pencakar langit tepat di belakang gedung yang kutunjuk tadi.  Di depan pintu itu ada gate lain semacam alat pendeteksi logam. Gate-nya sudah ditutup, kita tidak harus melewati gerbang pendeteksi logam itu. Saat menuju ke dalam, kulirik resepsionis di sebelah kiri.
Aku sama sekali tak berminat bertanya kepada resepsionis mengenai di mana sebenarnya ruangan yang akan kutuju, tidak sama sekali. bertanya pada resepsionis artinya kau akan ditanya mengenai,
1.       Mau ketemu dengan siapa?
2.       Sudah buat janji belum?

Dan kalau kau tidak punya jawaban yang baik untuk dua hal itu lebih baik tidak usah bertemu sekalian. Mentok-mentok dia pasti bilang, besok ke sini lagi aja ya, Mbak, hari ini sudah pulang.  dan waktuku gak banyak, besok belum tentu bisa ke sini lagi, bisa pulang jam setengah tiga aja udah kece badaii.
Maka dengan sotoinya gue naik lift, sok-sokan aja, ceritanya gue memang mengenal tempat itu dengan tepat, jalanku tidak kubuat lambat, supaya aku terlihat seperti orang yang memang punya kepentingan.
Hahaha. Sepertinya aku memang berbakat jadi detektif! Wkwkwk.
Sampai di lantai lima, setelah lepas dari lift berdinding cermin itu aku bingung. Di sebelah kiriku terdapat sebuah pintu kaca yang tertutup, bingkai pintu itu berwarna biru .
Ah, dua lift ini ternyata diapit oleh dua toilet, satu untuk pria dan satu untuk wanita, aku masuk ke toilet wanita. Kali ini aku harus bertanya pada seseorang, belum solat.
Seorang wanita keluar saat aku masuk, di sana masih ada satu lagi perempuan seumuranku, ia sedang mencuci tangan.
"Mbak, maaf, mushola di sebelah mana, ya?"
Wanita berwajah oriental itu mengalihkan pandangannya padaku, lalu berdesis pelan, "Sorry?"
Ah, rupanya dia gak paham bahasa Indonesia. Wajahnya memang sedikit oriental, tapi tadinya kukira dia orang Indonesia.
"I'm trying to find out a mushola, do you know mushola? It is kind of mosque, a place where muslim people make their prayer,"
Pelan dan ragu wanita itu mengangguk.
"You don’t have any id card like this?" katanya sambil menunjuk id card yang menggantung ke leher.
"Oh," jeda lama.
"I didn’t know whether it's important so I just came up here," baiklah, id card memang penting dalam aturan formal, dan aku tidak tau ini benar-benar penting dalam arti yang sebenarnya di gedung ini. Di kantor lamaku, penjagaan bahkan tidak dibuat seketat ini, orang luar cuma diminta pakai id card dengan cara menggadaikan ktp nya di meja resepsionis, lalu lewatin seorang security terus bisa masuk  dan hei, ini kan bukan kantor pusat data rahasia militer sebuah negara.
"It is important, you cannot pass the door, which is mean you cannot go inside the fifth floor if you don’t have any id card like this," katanya lagi, masih memegang id card nya.
"Oh, ya," aku mengangguk paham.
"And what are you doing here?!" lanjutku cepat, buseeet, itu kan pertanyaan yang seharusnya dia ajukan, bukan aku.
Maksud pertanyaanku adalah, apa yang dilakukan orang luar negeri ini di kantor penerbitan begini, KEPO ku gak abis-abis.
"Are you a foreigner?" lanjutku lagi.
Matanya bergerak cepat ke kiri dan ke kanan, kutafsirkan bahasa tubuhnya sebagai ekspresi bingung, lalu ia berkata pelan, "No,"
Ya ampun! jadi wanita ini sepertinya mengujiku. Dia menolak memberitahuku informasi apapun secara halus: dengan cara menggunakan bahasa yang berbeda. biar ngobrol kami gak nyambung, lalu pembicaraan terputus, cut! Cut! Habis!
"You are Indonesian and you cannot speak Bahasa Indonesia?!" ada tekanan di ujung kalimat ini. rasa sesal lalu membentuk siluet di batinku, rasanya pertanyaan itu kedengaran sarkastik meski aku tak memaksudkannya demikian.
"Here," katanya sambil berjalan ke luar. Aku mengikutinya, wanita itu lalu membukakan pintu toilet dan mendekat ke pintu yang terkunci menuju ruangan di lantai lima. Gadis itu lalu menempelkan id cardnya, membukakan pintunya untukku, lalu berkata, "Go ahead,"

Aku masuk lalu membatin yang mana kira-kira ruangan untuk naskah fiksi.

Sabtu, 23 Mei 2015

Cuap-cuap Mei 2015

hola everyone, i'd love to write unimportant things here, whatever. makanya judulnya ane tulis cuap cuap :)


hari ini gw kepikiran naskah tulisan yang udah dikirim ke gramedia pustaka utama tanggal 9 maret lalu. apa kabarnya ya? itu novel fantasi, dan menurut gw si bagus-bagus aja. kalo gw jadi editornya pasti udah gw terbitin itu novel sejak bulan maret lalu. hahaha
untungnya gw bukan satu dari tim editor gramedia pustaka utama itu, kasian, kalo gw editornya mungkin gpu udah bangkrut. lol
ini penghinaan besar teradap diri gw sendiri, yang ironisnya disuarakan oleh sisi hati gw yang lain. hiyaaaah!! whatever deh, tp hei, novel itu diprediksi g terbit karena: 1. itu naskah novel fantasi (gramedia kyanya jarang nerbitin fantasi lokal). 2. itu naskah novel fantasi (gramedia kyanya jarang ato hampir g pernah nerbitin fantasi lokal). 3. itu naskah novel fantasi (gramedia kyanya jarang atau memang g pernah nerbitin fantasi lokal).
dan alasan keempatnya, atau alasan ke tujuhnya, atau kesebelas, mungkin karena tulisan gw rada garing atau kriuk kriuk.

jadi sob, kemarin gw kirim naskah itu ke sana cuma karena gw pernah baca beberapa novel gramedia, seperti Darren Shan dan Harry Potter--tentunya, yang dua-duanya menurut gw adalah jenis novel fantasi. jadi 'seharusnya' ada kesempatan novel gw bakal diterbitin...
entahlah....
mudah-mudahan seenggaknya mereka baca naskah gw, urusan mau diterbitin atau nggak itu belakangan, belakangaaaaaaan, belakangan nangisnya! wkwkwkwk

oia, omong-omong soal diterbitin dan nggak, yang menurut gue berhubungan erat dengan keberuntungan dan ketidakberuntungan (a.k.a sial) gw punya cerita. kemarin gw sakit dan g masuk kantor. tekanan darah gw rendah banget, 80/60. normalnya tekanan darah manusia itu 120/80
sebenernya g pusing-pusing banget si.. cuma cape dan lemes, makanya hari itu gw izin g masuk, yang sedihnya kya kurang disetujui atasan gw....syedih.......
gw cuma ngerasa tubuh gw harus istirahat. maka dari itu gw g masuk kantor.
siangnya berangkatlah gw ke klinik, tujuannya mau minta surat keterangan sakit dari dokter.

tenaga medis yang meriksa gw kaget dong, sambil matanya histeris menatap gw
"Pusing?"
"Nggak, Bu," jawab gw biasa aja, emang g pusing sih. cuma sedikiiit banget. bu dokter yang baik banget itu ngasih obat pusing, vitamin b1, b6, b12. vitamin c masih lumayan banyak d rumah, dan beberapa obat lain.

karena kayaknya agak2 wow gtu, iseng gw coba googling tentang darah rendah, alamak! gw nemu tulisan di blog orang. katanya kalo tekanan darah sedemikian rendah (80/60) orang bisa kleyengan ato bahkan pingsan, pingsaaaaaaan :o
gw? gw bawa motor sendiri ke dokter dengan kecepatan normal yang menurut gw mungkin bisa diperhitungkan Valentino Rossi! *diperhitungkan disalip aja apa diserempet sekalian, lelet badai nih! lol, haha

kece deh, rasanya keren gmana gitu, saat yang lain ngerasa bisa tumbang dengan tekanan darah serendah itu, kamu masih merasa kuat bahkan untuk bawa kendaraan
eng ing eng, selesai diperiksa sama ibunya terus dikasih obat dan vitamin. gw nanya, "bu, saya g masuk kantor hari ini, mau minta surat dokter sekalian, ya?"
"Oh, kebetulan surat dokternya lagi habis."
gw melongo...... "oh iya,"
padahal dalam hati bilang yang dibutuhin kan surat keterangan sakit dari dokternya....

akhirnya obat dari dokter itu g gw minum. satu, karena gw tipikal orang yang lebih suka pake balsem daripada minum obat, dua, kyanya gw bisa sembuh dengan tanpa harus minum obat itu

btw about doctor dan tipikal orang kya gw, gw jadi punya sedikit inspirasi yang kayanya bakal keren *menatap dinding dengan tatapan licik, hahahahhaha

sekian dulu hari ini dan selamaat malaaaam, :) angkat rok ala princess pamit berangkat ke pesta minum teh,
(mudah2an gw g salah tulis apa2) dadababay, semoga hari esok lebih baik. SEMANGAAAAAAAAT ! :)

Jumat, 22 Mei 2015

Tips Jadi Wanita Pemberani ala Margie Warrell :)

                                                                      BRAVE
           MARGIE WARRELL
note: tips of how to raise your daughters someday, and even how to make yourself brave for having some big dreams. and make them come true.
so dear ladies, let's check this out.

On my 40th birthday, my daughter Maddy, 10 at the time, gave me a handcrafted birthday voucher on which she wrote: "This vowcher lets you be my gest at the Oscars when I am nomnated for best actres." (I figured she stood more chance of that than winning the national spelling bee!)
I've tucked it away for safekeeping until that day arrives. And if it doesn't, that's OK, too. I just love that she wasn't afraid to dream big.
Too often, somewhere between wearing tiaras and leaving school, we dial down our dreams and reset our sights as the realities of the real world crush in on us. The hurdles are higher, the competition tougher and the disappointments bigger. Sticking with goals that minimize the sting of rejection and risk of failure seems like the better, less painful option.
But it never is. And it never will be. And if you have a daughter, there's nothing more important you can do to enable her to thrive in life than helping her grow into the bravest version of the woman she has it in her to be. 
Here's how.
1. Encourage her to dream big. I was only a little older than Maddy and growing up on a dairy farm in rural Australia when I told my parents I wanted to a journalist, like the ones on "60 Minutes." My mother said I didn't read the newspaper enough. It was true. It only occurred to me years later that we never got one.
While we each walk a different path to parenthood, we must all be careful not to let our own experiences, including our disappointments, hurts and unmet aspirations, dampen the ambitions of our daughters. Sure, not everyone will be the next Cate Blanchett or Hillary Clinton, but better to aim high and fall short than to risk our daughters one day looking back on their lives and wondering 'What if?'.
2. Embolden her to take risks. Each of my three sons has had at least one broken bone (one of them has had three!) My daughter, like me, hasn't had one. I'll admit it's a limited data set, but it's also good a reflection of how boys and girls differ: boys, in my experience, are physically rougher and more comfortable taking risks.
You could argue girls are simply "more sensible," sparing us the gray hairs we get watching our sons hurtle down hills on their skateboards and bikes -- "Look mom, no hands!" But while boys are more partial to stitches and plaster casts, by adulthood, they're often also more resilient when knocked down, more comfortable exiting their comfort zone and more adept at taking risks -- and not just physical risks, but psychological ones. This gives them an edge in business and life because let's face it, everything worthwhile demands risk of some sort.
Research validates this. Despite our daughters doing better at school and university relative to our sons, once they get into the workplace, women are less confident, more cautious and less likely to:
  • Pursue stretch roles
  • Challenge authority
  • Negotiate salary or conditions
  • Promote themselves or ask for a promotion
All of these things require risk in some way -- risk of rejection, criticism, looking foolish, falling short or outright failure. Which is why giving your daughter a gentle push outside her comfort zone can sometimes be the most loving thing you can do for her, because it helps her to realize she can do more than she think while building self-confidence to handle bigger challenges. 
Protecting her from the pain of failure or sting of rejection doesn't set her up to thrive in the bigger game of life, it deprives her from acquiring the skills to live it well.
3. Teach her to speak bravely, even if she gets called bossy. Facebook CFO Sheryl Sandberg believes we should #BanBossy, but, while I love her Lean Inmessage, on this count, I think she has it wrong. We need to encourage our daughters to embrace bossy, not ban it. (You can read the Forbes column I wrote on this here.)
Don't get me wrong, though; I'm not advocating for bossiness or any behavior that pulls people down. But I strongly believe we must encourage our daughters to own their right to express their opinion, be confident in standing their ground and to take the lead when others aren't.
It takes courage to say something that may rock the boat. It's why women, wired to forge connections but loathe to disrupt them, so often don't. But when we stay silent for fear of ruffling feathers, we implicitly teach those around us that we are OK with the status quo.
Starting in the schoolyard and continuing throughout her life -- in the workplace, friendships, and at home -- your daughter will encounter people who will to pressure her, intimidate her and devalue her. She needs to know that she has to take responsibility for standing up for herself and, starting from the time she can talk, encourage her to practice doing just that. As I wrote in my book Brave, we build our bravery every time we act with it.
4. Continually remind her she is lovable and worthy, no matter what. Of course it's hard to be brave and stand up for ourselves when we don't believe, truly believe, that we deserve better. Which is why, above all else, our daughters need to know, beyond any doubt, that they are deeply loved andinfinitely lovable -- even when they're behaving anything but.
Girls who don't grow up believing in their inherent worth develop into women who spend their lives unconsciously searching for validation -- from friends, strangers, lovers and losers alike. Setting your daughter up to forge genuinely loving, respectful and rewarding relationships begins by having her know that she is deserving of love, worthy of respect and that she should never settle for anyone less. Ever!
5. Help her define herself beyond beauty, brands or brains. Right from the get-go, there's enormous pressure on anyone born with a vagina to conform to the idealized images created by marketers and reinforced by mass media. Refusing to conform to that pressure is a life-long challenge for women everywhere at every age.
We give our daughters a head start when we actively nurture what makes them unique, accept them for who they are and don't pressure them to be someone they're not! That requires regularly reminding them not to measure their worth by how good they are at sports or math or music, by their complexion or body shape, the brands they wear, the parties they're invited to or by how many followers they have on Instagram. And certainly not by their 'boyfriend' status!
Nothing can diminish our daughters fragile sense of self faster than believing she has to reach some external measure of success to be worthy or 'enough'; nothing can build her bravery more than knowing she is good enough just as she is.
6. Model the bravery you hope to inspire. Your daughter may not listen to what you say, but she notices everything you do. Nothing will teach her how to be brave better than what she learns each time she sees you being brave yourself.
So, as you think about how to raise your daughter to be a confident and courageous woman -- sure of herself and resilient under pressure -- begin by considering where you need to practice a little more bravery yourself. Any time you tip toe around an awkward conversation, allow someone treat you poorly, avoid taking a risk for fear of failure or let other people's opinions matter more than your own, you're missing an important opportunity to teach your daughter how to be brave.
Speaking of which, my daughter Maddy, now 15, is heading to LA in the summer to do an acting course. I'm sure Hollywood won't look quite so glamorous up close. And while it's brave of her to go, it's also brave of me to watch her. One way or another, we'll both grow braver from it.

source: http://www.huffingtonpost.com/margiewarrell/how-to-raise-brave-girls_b_7344594.html?utm_hp_ref=women&ir=Women

Minggu, 17 Mei 2015

Beasiswa CCIP

berniat ikutan beasiswa tahun 2016? lulusan SMA, D1, D2, D3, S1? mau ambil short course?? pengen ngerasain hidup di negara orang?! pengen punya pengetahuan lebih tentang bidang ilmu tertentu??

Sama doooong !! :D
ini nih, info yang kita-kita bangeeeet. hayu hayu dicek :)

Community College Initiative Program

This international educational exchange program enables individuals to study at a community college in the United States to develop professional skills.
Eligible fields are Business Management and Administration; Tourism and Hospitality Management; Early Childhood Education; Media; Information Technology; Engineering Science and Public Safety. (Specific fields of interest can be found on the CCIP application form).
ELIGIBILITY
To apply to the program, candidates must:
  • Have completed a secondary school education or D1/D2/D3 or S1
  • Preference will be given to high school graduates
  • Applicants with a Bachelor’s degree are eligible, if they are applying in a field different from the field of their degree and have relevant work experience in the field for which they are applying.
  • Student and applicants with MA or PhD degrees are not eligible to participate.
  • Have relevant work experience in the field in which they are applying;
  • Have English language skills that provide a basis for enrolling in academic coursework;
  • Submit a complete application form;
  • Minimum Institutional ITP TOEFL score 450 or TOEIC score 550 or IELTS 5.5 or IBT TOEFL 47. Please note that TOEFL prediction or TOEFL-like score cannot be accepted.
U.S. PROGRAM
The Community College Initiative Program will provide funding for round-trip airfare to the U.S.; a living allowance during English language, academic, and practical training program components; tuition costs; health insurance; and cultural enhancement activities. Students will be hosted in groups by community colleges competitively selected to participate in the program. Students are required to return home at the end of their program and may not transfer to a four-year U.S. academic institution.
SUBMISSION OF APPLICATIONS
Please return to AMINEF your complete application package by the application deadline that includes:
•    Completed application form.
•    Copy of your most recent, less than two year old, TOEFL/TOEIC/IELTS score report.
•    Copy of high school diploma and transcript (English translation).
•    Copy of associate (D1/D2/D3) or bachelor’s degree transcript. Bachelor’s or Associate degree graduates should enclose this document. (English translation)
•    Copy of identity document (KTP or passport).
•    Letter of support from employer/work supervisor or HR officer.
Please note that we do not accept email applications. Hard copies must be sent or delivered our address below:
AMINEF OFFICE
Intiland Tower, Lantai 11
Jl. Jend. Sudirman 32, 
Jakarta 10220
CONTACT INFORMATION
Specific questions regarding the application process may be addressed via e-mail to the following address: infofulbright_IND@aminef.or.id.
Please visit AMINEF website in October for the updated information and application form.
sumber: http://www.aminef.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=42&Itemid=42
pantengin terus website nya, siapkan dokumennya dari sekarang dan semoga saya dan anda lolos, aamiin <3

Lirik Lagu Way Back Into Love

dulu sejak masih SMP, ceritanya sambil belajar bahasa Inggris dengerin musik lewat radio. ketemu dengan lagu ini: Way Back into Love. suka sampe sekarang, kesannya forever banget.. :) dan so sweeeet.... <3

edisi spesial, kali ini saya akan gantiin Haley nyanyi lagu ini, khusus buat kalian (menatap bangku-bangku kosong di dalam teater wkwkwk) dan tentunya saya sendiri sebagai aktris utama sekaligus tamu kehormatannya! hahaha, biarin gak jelas yang penting heppiiiii :D

let's just check it outttt

                                          Image result for way back into love


[Hayati]
I’ve been living with a shadow overhead
I’ve been sleeping with a cloud above my bed
I’ve been lonely for so long
Trapped in the past, I just can’t seem to move on
[Hugh]
I’ve been hiding all my hopes and dreams away
Just in case I ever need them again someday
I’ve been setting aside time
To clear a little space in the corners of my mind
[Hayati & Hugh]
All I wanna do is find a way back into love
I can’t make it through without a way back into love
Oh oh oh
[Hayati]
I’ve been watching but the stars refuse to shine
I’ve been searching but I just don’t see the signs
I know that it’s out there
There’s gotta be something for my soul somewhere
[Hugh]
I’ve been looking for someone to shed some light
Not somebody just to get me through the night
I could use some direction
And I’m open to your suggestions
[Hayati & Hugh]
All I wanna do is find a way back into love
I can’t make it through without a way back into love
And if I open my heart again
I guess I’m hoping you’ll be there for me in the end
[Hayati]
There are moments when I don’t know if it’s real
Or if anybody feels the way I feel
I need inspiration
Not just another negotiation
[Hayati & Hugh]
All I wanna do is find a way back into love
I can’t make it through without a way back into love
And if I open my heart to you
I’m hoping you’ll show me what to do
And if you help me to start again
You know that I’ll be there for you in the end

haaaaaaa~~~~~~ (hayati improvisasi pake suara penutup) hahaha

sekian dan terima kasiiiiih :)

BelajarBisnis Cara Memasarkan Produk Daur Ulang


                                            CARA MEMASARKAN PRODUK DAUR ULANG                                        

                                                               

Menjadikan daur ulang sebagai bisnis memang menjanjikan. Dengan modal yang ringan yang dibekali sedikit kreatifitas, maka barang bekas yang selama ini hanya menumpuk dan mengangu pandangan mata menjadi barang yang bernilai baik untuk digunakan sendiri atau dijual (dijadikan bisnis).

Bila menjadikan daur ulang sebagai usaha bisnis, maka diperlukan beberapa upaya agar produk yang telah Anda hasilkan dapat lebih dikenal dan diterima pasar. Sebagus apapun produk yang anda buat bila tidak diketahui orang maka akan sulit laku atau dibeli, belum lagi persaingan bisnis kerajinan yang semakin hari semakin kompetitif.

Nah berikut beberapa tips yang bisa Anda lakukan agar penjualan kerajinan daur ulang Anda dapat meningkat sesuai dengan harapan :

Jangan Bosan Promosi
Gunakan setiap kesempatan yang ada untuk terus memperkenalkan produk-produk Anda baik kepada keluarga, teman dan masyarakat sekitar.

Tempelkan Harga
Meski tergolong simple, menempelkan harga jual pada barang yang akan dijual akan sangat membantu Anda, paling tidak cara ini memberikan informasi kepada khalayak bahwa barang tersebut akan anda jual. 

Buatlah Wesbite
Mengingat sekarang dunia promosi dan pemasaran telah merambah dunia online, maka keberadaan website akan sangat membantu penjualan dan memperkenalkan produk Anda ke dunia luar. Untuk tahap pertama Anda bisa gunakan blog GRATIS seperti blog saya ini sebagai media sebelum beralih ke website yang lebih professional

Bandingkan dengan Toko Lain
Bila Anda keluar kota, jangan lupa singah ditoko yang menjual kerajinan. Disana Anda bisa belajar ide baru dan membandingkan harga yang ditawarkan..

Ikut Event Lokal
Jangan ragu untuk berpartisipasi dalam kegiatan local yang ada di daerah Anda seperti Pameran Pembangunan, Bazaar, dan kegiatan lain baik yang dilaksanakan oleh swasta atau pemerintah.

Kartu Nama
Kadang kita mengangap sepele kartu nama, padahal kartu nama juga bisa menjadi salah satu media promosi. Cantumkan merek atau label atau bahkan contoh produk Anda di kartu nama Anda. 

Sekian postingan Tips Menjual Hasil Kerajinan Daur Ulang yang dapat saya uraikan, masih banyak tips lain yang dapat Anda lakukan untuk mendongkrak penjualan kerajinan Anda. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua


Sumber: http://baledaurulang.blogspot.com/2013/06/tips-menjual-hasil-kerajinan-daur-ulang.html